TUGAS KULIAH S2
MAKALAH
DEMAM BERDARAH DENGUE
DITINJAU DARI ASPEK KEBIJAKAN
Di Susun Oleh :
NAMA : ANDRIYANI RAMBE
NPM : 15420003
PROGRAM
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
MALAHAYATI
BANDAR
LAMPUNG
TAHUN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas selesainya penyusunan makalah
ini yang berjudul ”Demam berdarah dengue ditinjau dari aspek kebijakan”.
Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
agar kami dapat melengkapi pengetahuan tentang “Demam berdarah dengue ditinjau dari aspek
kebijakan”
Semoga pembuatan makalah ini dapat memberikan
manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca di
kemudian hari khususnya di bidang kesehatan.
Bandar Lampung, 01 Desember 2015
Penulis
ii
|
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Luar…………………………………………………… i
Kata Pengantar………………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………………………………. iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang………………………………………………… 1
1.2
Tujuan dan manfaat……………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue……………………………………. 6
2.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue…………………….. 6
2.3 Pengendalian dan Pemberantasan DBD……………………... 7
2.4 Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan……………. 8
2.5 Kebijakan yang terkait DBD………………………………… 8
2.6 Kegiatan pokok program dbd………………………………
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Permasalahan…………………………………………………….. 10
3.2
Penanganan……………………………………………………… 10
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan………………………………………………………. 12
4.2
Saran…………………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA
iii
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2005─2025,
disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia diarahkan untuk terwujudnya
manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, dan masyarakat yang semakin
sejahtera (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004). Melalui Program
“Indonesia Sehat 2010”, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin
dicapai adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat
dan mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (Departemen Kesehatan RI,
2003). Lingkungan sehat yang dimaksud, termasuk di dalamnya bebas dari wabah
penyakit menular.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009, salah satu
program di bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit,
termasuk wabah penyakit menular. Penanganan secara cepat terhadap wabah
penyakit juga merupakan bagian dari peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang
menjadi satu dari tiga prioritas program 100 hari pertama Kabinet Indonesia
Bersatu 2004-2009 di bidang kesehatan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
2004; Departemen Kesehatan RI, 2005). Saat ini, isu tentang kesehatan
masyarakat menjadi perhatian dan prioritas program Pemerintah (dalam hal ini
Departemen Kesehatan).
1
|
Demam Berdarah Dengue ditularkan terutama oleh nyamuk aedes aegypti.
Untuk jenis nyamuk aedes albopictus dapat menularkan DBD, tetapi
peranannya dalam penyakit sangat kecil, karena biasanya hidup di kebun-kebun.
Virus dengue merupakan penyebab terjadinya DBD tersebar luas di sebagian
besar wilayah Indonesia, sehingga penularan DBD dapat terjadi di semua
tempat/wilayah yang terdapat nyamuk penular penyakit tersebut. Demam berdarah
merupakan salah satu penyakit yang bersifat endemis di Indonesia, yang sampai
sekarang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di Indonesia, kasus
demam berdarah dengue pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968,
kemudian menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia, bahkan di beberapa daerah terutama
di kota-kota besar menjadi endemik. (Sarwanto, 2000).
Tanpa intervensi yang memadai, kasus penyakit DBD di seluruh Indonesia
diperkirakan mencapai 125.000 selama 2007, meningkat dari tahun 2006 sebanyak
113.640 kasus, dan 1.184 diantaranya berakibat kematian. Dari 30 propinsi
se-Indonesia, propinsi yang dilaporkan adanya KLB DBD sebanyak 13 provinsi yang
meliputi Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,
Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
(http://www.kapanlagi.com/h/0000166556.htmlkasus DBD).
2
|
Sebagaimana diketahui, bahwa obat untuk membasmi virus belum tersedia.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Departemen Kesehatan RI,
2005), pencegahan penyakit DBD yang paling utama adalah dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) melalui kegiatan yang dikenal sebagai 3 M, yaitu Menguras
bak atau penampungan air, Menutup bak atau tempat penampungan air, dan
Menimbun/ mengubur barang-barang bekas seperti kaleng, botol, dan lain-lain.
Kegiatan ini bertujuan untuk memutus rantai perkembangbiakan nyamuk dengan cara
membasmi telur dan jentik-jentik nyamuk, sehingga diharapkan tidak sampai
menjadi nyamuk dewasa. Kegiatan 3 M ini harus dilaksanakan oleh masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya masing-masing.
Evaluasi dari kegiatan ini adalah dengan cara mengidentifikasi keberadaan
jentik nyamuk aedes, yang dilanjutkan dengan pengukuran House Index (HI).
Apabila HI di suatu wilayah lebih dari 10%, maka wilayah tersebut
merupakan daerah potensial untuk terjadinya penularan DBD. Menurut Nurjazuli
(1998), beberapa faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk aedes
di suatu daerah adalah faktor kesehatan lingkungan, faktor pengetahuan dan
pelaksanaan PSN di daerah tersebut. Lebih jauh, menurut Green (1980), suatu
perilaku, yang dalam hal ini pelaksanaan PSN, ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu (1) faktor predisposisi atau faktor yang berasal dari dalam individu
sendiri, yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan, (2) faktor enabling
atau faktor yang memungkinkan yaitu manajemen dan tenaga kesehatan, (3) faktor reinforcing
atau faktor penguat, yaitu keluarga dan masyarakat sekitar.
3
|
Mengingat penyebaran nyamuk DBD yang telah tersebar luas di seluruh tanah
air, baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum, maka upaya
pemberantasannya tidak hanya tugas pemerintah (tenaga kesehatan) saja, tetapi
harus didukung peran serta masyarakat secara aktif. Oleh karena itu,
partisipasi seluruh lapisan masyarakat melalui strategi yang lebih bersifat (1)
akomodatif, (2) fasilitatif/bottom up, (3) kemitraan, yakni masyarakat
termasuk lembaga swadaya masyarakat termasuk swasta dan lain-lain mempunyai
peran yang lebih besar, (4) terfokus, dengan prioritas, local specific,
bertahap, (5) lebih mengoptimalkan kerjasama lintas sektor didukung data,
terutama data sosial budaya, serta diprogramkannya PSN DBD secara luas di
propinsi, kabupaten dan kota, dan pada setiap Puskesmas.
Untuk membatasi penularan penyakit DBD yang cenderung meluas, mencegah KLB,
dan menekan angka kesakitan maupun kematian, perlu menggerakkan masyarakat
untuk bersama-sama dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya penyakit DBD
sejak dini. Untuk membina peran serta masyarakat perlu dilakukan pembentukan
dan pengoptimalan sumber daya dan kekompakan masyarakat setempat, sebab sejauh
ini partispasi masyarakat dalam rangka pencegahan dan pemberantasan DBD belum
optimal. Untuk itu perlu dipersiapkan beberapa petugas kesehatan dari dinas
kesehatan, terutama yang memiliki keahlian di bidang epidemiologi, untuk
memberikan pelatihan-pelatihan kepada beberapa masyarakat untuk menjadi kader
kesehatan. Diharapkan dengan adanya kader-kader kesehatan ini, dapat memantau
setiap kegiatan masyarakat dan lingkungannya, serta melakukan pemeriksaan
jentik nyamuk secara berkala.
4
|
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan ilmiah ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai
berikut.
1.
Mengetahui konsep
pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD
2.
Mengetahui cara
pengorganisasian masyarakat pada program
Manfaat penulisan ilmiah ini secara umum adalah ikut membantu dan
menyukseskan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia (dilakukan oleh Departemen
Kesehatan) dalam mewujudkan “Indonesia Sehat 2010”. Secara khusus, manfaat
penulisan ilmiah ini bagi masyarakat dan setiap individu adalah sebagai
berikut.
1.
Meningkatnya akses
masyarakat dalam hal pengetahuan dan pemahaman mereka tentang kesehatan
lingkungan dan hal-hal yang terkait dengan higiene dan sanitasi lingkungan
secara praktis.
2.
Mencegah dan menanggulangi
terjadinya wabah penyakit DBD.
3.
Membiasakan masyarakat
hidup bersih, sehat, dan tertib, di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
4.
Memberikan keterampilan
teknis kepada masyarakat tentang upaya-upaya perlindungan pada waktu sebelum
dan ketika timbul kasus DBD.
5.
5
|
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Demam Berdarah Dengue
Menurut Departemen
Kesehatan RI (2004), penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan nyamuk
aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2─7 hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda
pendarahan dikulit berupa bintik pendarahan (petichiae), dan lebam atau
ruam. Kadang-kadang disertai mimisan, berak darah, muntah darah dan kesadran
menurun atau shock. Chin (2000) mengatakan Demam Berdarah (DB) adalah
penyakit virus dengan demam akut dengan ciri khas muncul tiba-tiba,
demam biasanya berlangsung selama 3─5 hari disertai dengan sakit kepala berat, mialgia,
tidak nafsu makan, artralgia, sakit retro orbital, dan timbul
ruam. Ruam makulopapuler biasanya muncul pada masa deferfescence.
Fenomena pendarahan minor, seperti petechie terjadi selama demam.
2.2
Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue
a. Penyebab penyakit (agent).
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue
yang masuk dalam darah manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.
Virus yang terserap oleh nyamuk bersama-sama dengan darah penderita DBD
mengalami multiplikasi dan tersebar ke seluruh tubuh nyamuk, termasuk di
kelenjar liurnya. Dalam jangka waktu antara 8─10 hari setelah menggigit darah
penderita, nyamuk tersebut menjadi terinfeksi dan siap menularkan virus dengue
kepada manusia yang sehat sepanjang hidupnya (Nasrudin, 2000).
b. Pejamu (host).
6
|
c. Lingkungan (environment).
Menurut Kadar (2003), lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap kehidupan vektor, sehingga berpengaruh pula terhadap
penularan penyakit DBD
d.
Masa inkubasi, antara 3-14
hari.
e.
Masa penularan.
2.3
Pengendalian dan
Pemberantasan DBD
Pemberantasan nyamuk aedes aegypti dapat
dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. Pengendalian vektor bertujuan
untuk menurunkan kepadatan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan
lagi bagi kesehatan masyarakat. Untuk melakukan pengendalian vektor perlu
diketahui data kuantitatif vektor diantaranya indek vektor. Kegiatan
pemberantasan nyamuk aedes yang dilaksanakan sekarang ada dua cara yaitu
(Chahaya, 2003) sebagai berikut :
a.
Dengan cara kimia
Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa
maupun larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal
fogging) atau pengagutan (cold fogging = ultra low volume).
Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada
dinding (resisual spraying), sebab nyamuk aedes aegypti tidak
suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti
kelambu dan pakaian yang tergantung.
b.
7
|
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau
mengurangi tempat-tempat perindukan, dikenal sebagai PSN, yang pada dasarnya
ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang
biak.
2.4 Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
Kesehatan masyarakat didefinisikan oleh Winslow pada tahun 1920 sebagai
ilmu dan kiat (art) untuk mencegah penyakit, memperpanjang harapan
hidup, dan meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat melalui usaha
masyarakat yang terorganisir untuk sanitasi lingkungan, pengendalian penyakit
menular, pendidikan higiene perseorangan, mengorganisir pelayanan medis, dan
perawatan, agar dapat dilakukan diagnosis dini dan pengobatan pencegahan, serta
membangun mekanisme sosial, sehingga setiap insan dapat menikmati standar
kehidupan yang cukup baik untuk dapat memelihara kesehatan (Slamet, 2004).
2.5
Kebijakan
yang terkait DBD
Melalui
Kepmenkes no. 581/Tahun 1992, telah ditetapkan Program Nasional Penanggulangan
DBD yang terdiri dari 8 pokok program yaitu :
1. Surveilans epidemiologi dan Penanggulangan KLB
2. Pemberantasan Vektor
3. Penatalaksanaan Kasus
4. Penyuluhan
5. Kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD
6. Peran Serta Masyarakat : Jumantik
7. Pelatihan
8. Penelitian
8
|
Langkah-Langkah Kebijakan Pemerintah :
1.
Untuk
setiap kasus DBD harus dilakukan Penyelidikan epidemiologi meliputi radius 100
meter dari rumah penderita. Apabila ditemukan bukti2 penularan yaitu adanya
penderita DBD lainnya , ada 3 penderita demam atau ada faktor risiko yaitu
ditemukan jentik, maka dilakukan penyemprotan (FoggingFocus) dengan siklus 2
Kali disertai larvasidasi, dan gerakan PSN.
2.
Puskesmas
melaksanakan kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala ( PJB ) setahun 4 kali untuk
memonitor kepadatan jentik diwilayahnya.
3.
Lebih
mengutamakan pencegahan yaitu dengan melaksanakan PSN ( Pemberantasan Sarang
Nyamuk ) melalui 3 M PLUS, dengan melibatkan masyarakat.
4.
Memfasilitasi
terbentuknya tenaga JUMANTIK ( Juru Pemantau Jentik)
5.
Kemitraan
melalui wadah POKJANAL, bersama DEPDAGRI dan lintas sektor lainnya terutama
DEPDIKNAS
6.
Penyuluhan
kepada masyarakat agar masyarakat tetap waspada.
2.6
Kegiatan
pokok program dbd
Adapun kegiatan pokok untuk program pengendalian demam berdarah
secara nasional dapat dilakukan secara serentak, diantaranya surveilans
epidemiologi, penemuan dan tata laksana kasus, pengendalian vector, peningkatan
peran serta masyarakat, SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) dan penanggulangan KLB
(Kejadian Luar Biasa), penyuluhan, kemitraan/jejaring kerja, capacity building,
monitoring dan evaluasi, serta penelitian dan survey.
Untuk pengembangan program kebijakan nasional penanggulangan demam berdarah,
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yaitu mengaktifkan kembali
kelompok kerja operasional ( pokjal) diberbagai tingkat administrasi,
pengendalian DBD masuk dalam SPM bidang kesehatan.
9
|
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Permasalahan
Sebagaimana diketahui
bahwa DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sementara
obat untuk mengobati virus belum tersedia. Mengingat obat DBD belum tersedia
maka hal yang paling tepat yang dapat dilakukan adalah melakukan upaya
pencegahan. Banyak cara yang telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi
persoalan DBD, tetapi hasil yang dicapai tidak maksimal justru terjadi
peningkatan kasus DBD.
Berdasarkan fenomena di
atas dan pada bab-bab sebelumnya bahwa pemberdayaan masyarakat dalam rangka
pemberantasan DBD dan pencegahannya merupakan solusi yang sangat tepat. Namun,
kebijakan yang ada, baik tentang penanggulangan wabah penyakit menular secara
umum, maupun penanggulangan wabah demam berdarah secara khusus, diarahkan pada
terdorongnya partisipasi masyarakat secara aktif. Ini sesuai dengan paradigma
baru pembangunan kesehatan yang dirumuskan dalam visi dan misi Indonesia Sehat
2010 (Departemen Kesehatan RI, 2003).
3.2
Penanganan
10
|
11
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.
Konsep pencegahan dan
pemberantasan DBD pada dasar memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan tentang tata cara pencegahan dan pemberantasan DBD secara benar
dan tepat. Untuk dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan DBD secara utuh
dan menyeluruh diperlukan peran serta masyarakat secara menyeluruh.
2.
Dalam pelaksanaan pencegahan
dan pemberantasan DBD dibutuhkan berbagai cara. Diantara cara tersebut adalah
memberikan pengetahuan dan pelatihan secara tepat agar masyarakat dapat dengan
mudah menjalankan pencegahan dan pemberantasan DBD. Dalam melaksanakan
pelatihan dibutuhkan keterlibatan pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan,
LSM, dan Perguruan Tinggi di bidang kesehatan.
4.2
Saran
1.
Perlu segera disusun
langkah-langkah kongkrit untuk penerapan secara praktis program pencegahan dan
pemberantasan DBD
2.
Pemerintah, dalam hal ini Departemen
Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan agar melakukan langkah yang signifikan dalam
pemberdayaan masyarakat umum, yang dapat dimulai gerakan tersebut pada
organisasi masyarakat tingkat terendah, yaitu Rukun Tetangga (RT).
3.
Pemerintah Daerah agar
memanfaatkan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan oleh Perguruan
Tinggi untuk membantu program-program pembangunan masyarakat.
4.
Kepada Perguruan Tinggi,
khususnya jurusan kesehatan agar mensosialisasikan hal-hal yang berkenaan
dengan DBD dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan secara rutin.
12
|
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Agenda 100
Hari Pertama: Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera. Jakarta: Bappenas. http://www.bappenas.go.id/pnData/ContentExpress/15/isi_100hari.htm25 November 2007.
Bustan, M.N. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chahaya, I. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah
di Indonesia. Bagian Kesehatan Lingkungan, Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Chin, J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular,
Terjemahan I.N. Kandun, Jakarta: CV Infomedika.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan
Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2003. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Profil Kesehatan 2002. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan yang Berkualitas. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2005. Pencegahan
dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depatemen
Kesehatan RI.
Komentar
Posting Komentar